Home Kultum Mencontoh Akhlaq Rosulallah SAW

Mencontoh Akhlaq Rosulallah SAW

338
0

Kultum Dzuhur disampaikan oleh Dr. Erpin Harahap, M.Pd.

Tema : Mencontoh Akhlaq Rosulallah SWT,

Surat Al-Ahzab Ayat 21

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah).

Jamaáh sholat Dzuhur

Rosulallah Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain untuk menyempurnakan Akhlak, Agama Islam hadir ke dunia ini untuk memperbaiki akhlak manusia, dengan kata lain, islam sangat menaruh perhatian besar dengan bagaimana manusia berperilaku yang baik atau yang disebut dengan akhlaq mulia,

Pertanyaannya adalah mengapa agama islam menaruh perhatian besar dalam bidang akhlak ?

Jawabannya adalah : karena akhlak sebagai perilaku manusia berdampak besar atau mempunyai pengaruh yang besar pada aspek yang lainnya, Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluq”, jamaknya “akhlâq” yang berarti tabiat atau budi pekerti, Al-Quran menetapkan bahwa akhlak itu tidak terlepas dari aqidah dan syariah, ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ilmu akhlak yakni : ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.


Melalui tingkah laku atau perbuatan yang disebut akhhlak ini akan mempengaruhi aspek yang lain, akhlak adalah pancaran dari jiwa yang tumbuh melekat pada diri manusia melalui pembiasaan, sehingga jika pribadi jiwa, iman, Aqidah dan syariatnya benar insyaallah akhlaqnya juga baik, sebagaimana pembiasaan dalam diri seseorang ada ungkapan pepatah mengatakan alah bisa karana biasa maksudnya bahwa untuk berakhlak baik maka diperlukan pembiasan diri.

Di awal masa kenabian Rosulallah SAW, beluai fokus pada perbaikan akhlak dan mental. Beliau sendiri mengatakan: Innama buitstu li utammima makarimal akhlaq. Bahwa beliau tidaklah diutus ke bumi, selain untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah).

Masih di Awal tahun baru Hijriyah yakni ditanggal 09 Muharroh ini marilah kita tingkatkan Akhlak kita menjadi lebih baik, dalam hal keilmuan semoga lebih meningkat dan dalam asek lain semiga ditahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.

Pada kesempatan ini kami mengajak kepada diri pribadi dan jama’ah semua’, marilah kita bersama-sama memperbaiki akhlak dengan berpedoman pada Al Qurán dan As Sunnah Ash Shohihah,
Jamaáh Sholat Dzuhur yang berbahagia,
Pada kesempatan yang baik ini, kami ingin sedikit berbagi sedikit pengetahuan, mengenai 2 (Dua) akhlak kepada Allah SWT yakni Muroqobatullah dan Al Hayya’

1. Muroqobatullah
Muroqobatullah, yakni merasa diawasi oleh Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Qurán Surat Al-Ahzab Ayat 52

وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا

Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.


وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ (٢١٧) الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ (٢١٨) وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ (٢١٩) إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri, dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS Asy-Syu’ara : 17-20)

Jika kita menerapkan Prinsip atau Sifat Muroqobatullah dengan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT dimanapun dan kapanpun kita berada maka akan tercipta suasana yang baik, tentram damai dan bahagia, sebaliknya jika sifat muroqobatullah telah hilang maka akan timbul perbuatan tercela seperti Korupsi, maksiat dan tindakan kemungkaran lainnya,

Dalam suatu hadits juga telah dijelaskan : ” Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik (HR Tirmidzi)

2. Al-haya’
Al-haya’ atau Rasa malu dimaknai sebagai sifat malu yang positif yang tidak merugikan pemilik sifatnya dan bahkan akan membawakan kepada kebaikan perilaku.

َلْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Al Haya’ (Rasa malu) tidak datang kecuali dengan kebaikan.”

Malu yang terpuji adalah : Perilaku yang muncul atas meninggalkan yang tercela. Malu dari melakukan sesuatu, dan setelah kita pelajari bahwa itu tidak baik, maka kita malu dan memperbaiki diri.


Dan siapa yang tidak diberikan sifat haya’` secara fitrah, ia dituntut untuk berusaha dan belajar dengannya. Terlebih lagi, sesungguhnya ia adalah akhlak utama bagi para pengikut agama ini. Sebagaimana disebutkan dalam hadits hasan:

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخُلُقُ اْلإِسْلاَمِ الحَيَاءُ

“Sesungguhnya bagi setiap agama ada akhlak dan akhlak Islam adalah sifat haya’`


Cukuplah dalam keutamaan sifat haya’ bahwa para nabi terdahulu memperingatkan hilangnya sifat haya’, agar seseorang tidak terjerumus dalam segala keburukan.

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

“Sesungguhnya sebagian dari yang ditemukan manusia dari ucapan para nabi terdahulu: ‘Apabila engkau tidak merasa malu maka lakukanlah apa yang engkau kehendaki.”


Silahkan berbuat melakukan apapun, tapi ingat Allah SWT akan mengetahui.


Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik di tahun baru ini (1445 Hijriyah), Amin
Nashrun minallah wafathun Qoriib
Wabasyiril Mu’minin
Wassalamuálaikum Wr Wb.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.