Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ahmad Sarif,M.Pd.
Tema : Perkuat Keyakinan dalam Berislam dengan memahami Konsep Ibadah dan Mu’amalah.
Surat Al-Baqarah Ayat 29
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Jama’ah Sholat Dzuhur yang dimuliakan oleh Allah SWT
Konsep Ibadah dan Mu’amalah memang terkadang telah familier dikalangan kita, tetapi ikhtiar memperkuat Keyakinan dalam Berislam harus dilakukan agar kita tidak ragu dalam melaksanakan ibadah dan mu’amalah.
Secara umum aktivitas manusia terbagi dua aktivitas yakni ibadah dan mu’amalah seluruh aktivitas tersebut tertuju kepada Allah SWT, karena Ibadah kita diniatkan karena Allah SWT dan muama;ah kita di niatkan kepada Allah SWT hanya aktivitasnya berhubungan dengan manusia, inilah yang sering disebut hablum minallah dan hablum minannas (Hubungan dengan Allah SWT sebagai Vertikal dan Hubungan dengan Manusia sebagai Ibadah Horizontal)
Ibadah dan Mu’amalah, 2 (Dua) macam aktivitas ini sepertinya sama tetapi sesungguhnya dalam pelaksanaannya kontradiktif /berbeda cara melakukannya. Perbedaaanya diantaranya :
1. Asal Ibadah Mahdhoh adalah Haram, sampai ada dalil yang memerintahkannya,
2. kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama,
الأصل في العبادات التحريم
“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
Dalil yang menerangkan kaedah di atas adalah dalil-dalil yang menerangkan tercelanya perbuatan bid’ah. Bid’ah adalah amalan yang tidak dituntunkan dalam Islam, yang tidak ada pendukung dalil. Dan bid’ah yang tercela adalah dalam perkara agama, bukan dalam urusan dunia.
Di antara dalil kaedah adalah firman Allah Ta’ala,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuraa: 21).
Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).
Begitu pula dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah dengan perkara baru dalam agama. Karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, An Nasa-i no. 46. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
sedangkan dalam masalah mu’amalah segala sesuatu itu boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya,
اَألَصْلُ ِفِ الْمُعَامَلَةِ اَلَ بَاحَةِ اَلا أَنْ يَدُلُّ دَلِيْل
“Hukum asal dalam mu’amalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا
Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
Ketika hendak beribadah harus menggunakan dalil yang kuat, barangsiapa yang mengada-ngadakan ibadah maka yang tidak dicontohkan oleh Rosulallah SAW maka tertolak.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).
Yang perlu di pahami adalah perintah :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا
Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama)
Maka dalam ibadah mahdhoh,Kita ibadah tunggu ada perintah atau tidak , dari perintah dalam islam beribadah tidak lain adalah dari Qur’an dan Sunnah ash shohihah.
Kenapa ibadah harus ada dasarnya karena ibadah hak prerogatif Allah SWT,terserah, Allah SWT, kita hanya sebatas pelaksana, yang ditanya dalam ibadah bukan larangan terlebih dahulu tetapi mana perintahnya, mana dalilnya, mana sumbernya, karena asal ibadah dalam ilmu fiqh adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkannya.
Sedangkan dalam muamalah semuanya boleh sampai ada dalil yang mengharamkanya.sebagimana firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 29
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا
Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
Allah SWT menciptakan segala di muka bumi ini untuk kita, boleh kita pakai, boleh kita makan, boleh kita niagakan, ekplotasi, batasannya kalau tidak melanggar syariat islam. Silahkan akad jual beli sepanjang tidak melanggar syariat islam misalnya : Ghoror, Shubhat, Maisir dsb.
Bid’ah ada hanya dalam ibadah mahdhoh, bukan dalam muamalah, jangan gagal faham kadang dengan bidah, contohnya di zaman masa KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dengan menghadirkan kursi, meja dan papan tulis sekolahnya dianggap sekolah kafir, karena di zaman rosul tidak menggunakan kursi dan meja,dianggap beda dan bid’ah, setelah diberikan pemahaman bahwa segala kemudahan dan solusi dimasyarat di bolehkan, karena memberi kemudahan, itu adalah mu’amalah.
Rosulallah SAW bersabda bahwa dalam urusan kemudahan dunia kita boleh berkreasi: “Antum a’lamu bi umuri dunyakum.”
Yang artinya: “Kalian lebih mengerti dengan urusan dunia kalian.”
2. Dalam persoalan ibadah Mahdhoh sulit dicerna oleh akal, Tidak perlu banyak bertanya- tanya kenapa harus ibadah ini dan itu, perintah ibadah harus diterima oleh iman yang lurus.
Misalnya kenapa kita harus berwudhu ketika akan sholat, kenapa kita harus mengangkat telunjuk ketika ketika tahiyat, kenapa kita harus berwudhu kembali ketika buang angin, kenapa ketika kita safar hanya bagian atas khuf (sepatu) yang di basuh ketika berwudhu?
Bahwa dalam ibadah Mahdhoh semuanya dilakukan dengan ta’abbudi yakni segala ketentuan hukum Islam atau ketentuan nash (al-Qur’an dan sunnah) yang harus ditaati oleh seorang hamba sebagai wujud penghambaan dan kepatuhan kepada Allah semata, bukan karena alasan rasional, sehingga bersifat mutlak.Tidak perlu dicari jawabannya,Karena akal sangat sulit dicerna,Tidak bisa diterima oleh akal kecuali oleh iman.
Diera saat ini banyak orang yang mengutak-atik syari’at Islam, banyak yang akal-akalan dengan ngakali membuat hukum baru dan ini sangat berbahaya bisa masuk pada bid’ah dholalah.
Ada sebagian orang mengutak-atik syari’at dengan mengqiyaskan dengan makanan atau buah-buahan misalnya: gula halal, coklat halal, terigu halal, keju halal diracik jadi martabak dan jadi halal
Buah-buahan: nanas halal, bengkoang halal, pepaya halal, jambu hala, mangga halal diracik jadi rujak halal
Ditarik kedalam ibadah dan diutak-atik= Dzikir Sunnah, Membaca Al Qur’an Sunnah, Silaturahim Sunnah ditarik menjadi Ritual jadi Sunnah, ini keliru.
Kita beribadah harus ada Dalil dan mengikuti contoh dari Rosulallah SAW, karena tujuan beribadah adalah kita berbahagia Dunia dan Akhirat, kita harus beribadah dengan orang yang faham akan Akhirat yakni mengikuti Rosulallah SAW.
Berbeda dengan Mu’amalah segala sesuatunya mudah dicerna oleh Akal, sangat jelas dan gamblang, misalnya kenapa kita tidak boleh berlaku curang karena merugikan orang lain, kenapa kita harus baik karena akan mengantarkan kehidupan yang nyaman, Mu’amalah sangat mudah di pahami oleh akal.
Dengan demikian setelah dipaparkan mengenai konsep ibadah dan Mu’amalah,
Insyaallah kita bisa memahami mana ibadah yang Sunnah mana ibadah yang bid’ah.
Semoga bermanfaat
Nashrun min Allah wa fathun qoriib
Wabasyiril mu’minin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh