Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Dr. H. Eko Sudarmanto,MM
Tema : Penting memilih sahabat yang Sholih
Sungguh bergaul dan bersahabat dengan orang-orang yang shaleh dalam jamaah dakwah adalah nikmat yang sangat besar yang Allah subhanahu wa ta’ala anugerahkan kepada kita. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala. memiliki sahabat shaleh. *Umar bin Khattab ra.* berkata,
*ما أعطي العبد بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح فإذا وجد أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به*
_“Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (muslim) yang shaleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang shaleh maka pegang lah erat-erat.”_ *(Quutul Qulub 2/17)*
Memiliki sahabat yang shaleh, sahabat yang senantiasa menunjukkan ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala, sahabat yang senantiasa mengingatkan kepada kebaikan dan manfaat adalah sebuah keharusan. Sahabat yang shaleh tidak hanya memberikan manfaat di dunia tetapi memberi manfaat di akhirat.
Diriwayatkan bahwa apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, lalu mereka tidak menemukan sabahat-sahabat yang selalu bersama mereka dahulu di dunia, maka bertanyalah mereka tentang sahabat-sahabat itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
_”Ya Rabb, kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama dengan kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami.” Maka Allah berfirman, ”Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarah.”_ *(HR. Ibnul Mubarak, dalam kitab Az Zuhd).*
Mencari sahabat janganlah berdasarkan kepentingan semata yang sesaat, tetapi demi kemaslahatan bersama yang abadi, maslahat di dunia, terlebih maslahat dan manfaat di akhirat.
Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. *Abdullah bin Abbas ra.* menuturkan, _”Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik kawan duduk bagi kami?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Orang yang ketika engkau melihatnya, ia akan dapat mengingatkanmu kepada Allah, perkataannya akan dapat menambah ilmumu, serta amal perbuatannya akan mengingatkanmu kepada akhirat.”_
*(Hadits diriwayatkan oleh Abu Ya’la., sebagaimana yang disebutkan oleh al-Haitsamj dalam kitab _Majmuu’uz-zawaa’ud_ jus. 10, hal. 229).*
Sementara dari *Abu Musa al-Asy’ari.,* sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
*عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً “*
_“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk.”_
*(HR. Bukhari dan Muslim)*
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa perumpamaan teman yang disebutkan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat isyarat yang menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan pengaruh dari teman yang shaleh dan teman yang jelek. Teman yang shaleh bagaikan orang yang membawa minyak wangi (parfum). Ada kemungkinan ia akan menerima parfum, maksudnya memberi kita petunjuk, nasehat, dan ilmunya. Ada kemungkinan engkau akan mengambil darinya apa yang bisa memperbaiki kondisi kita dan menunjuki kita kepada kebaikan dan kebenaran. Atau minimal dari duduk di dekatnya engkau akan ikut mendapatkan nama harum dan pujian di tengah masyarakat. Namun itu dengan syarat, engkau akan terpengaruh dengan perilaku dan akhlaknya. Karena duduk di dekatnya itu akan mengingatkan diri kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga engkau tidak akan terjatuh pada kemaksiatan, atau terfikir untuk melakukannya.
Kebaikan dan keburukan sahabat itu akan menular kepada sahabatnya. Maka dengan berkumpul bersama orang shaleh, maka kita juga akan menjadi shaleh dengan izin Allah.
Apalagi bergaul dengan sahabat orang-orang shaleh dalam jamaah dakwah adalah satu kunci penting terpeliharanya energi dakwah. Akan ada orang yang dengan senang hati mengalurkan energi dakwah ketika kita mulai lemah. Ada orang yang akan menyemangati ketika kita jatuh. Hingga kita akan cepat bangkit dari kelemahan dan keterpurukan.
Sementara *Imam Syafi’i* berkata, _”Jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah, maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskan. Karena mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali.”_
Keutamaan bersahabat dengan orang shaleh antara lain mereka akan mengoreksi kesalahan kita. Sebuah ungkapan arab berbunyi :
*ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ*
_“Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa meluruskanmu, bukan yang senantiasa membenarkanmu.”_ Artinya sahabat adalah orang yang akan mengoreksi kesalahan kita. Bukan yang selalu menyetujui kita meski salah.
Dan doa sahabat shaleh dikabulkan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ*
_“Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”_
*(HR. Muslim, no. 2733)*
Sedangkan teman yang jelek atau buruk, maka persahabatan dengannya hanya akan membawa kita kepada bahaya menjadi rusak seperti dirinya. Keimanan kita akan terbakar sebagaimana tukang peniup api akan membakar pakaian yang ada di dekatnya. Meskipun di awal pertemanan engkau mungkin bisa selamat dari pengaruhnya, serta berhati-hati dengannya, namun pasti engkau tidak akan bisa lepas dari sangka buruk masyarakat. Engkau juga tak mungkin dapat menghindari pengaruh psikis yang buruk, yang merupakan titik awal mempengaruhi perilaku. Hal ini persis seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, _”Dan ada kalanya engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap.”_
Teman atau sahabat itu bagaikan magnit, walaupun pengaruhnya baru akan terlihat setelah proses waktu tertentu. Siapa yang mengaku tidak terpengaruh dengan pertemanan orang-orang yang buruk di mulai dari hati, yang perlahan cenderung dan senang pada kemaksiatan, tidak ada keinginan untuk menolak. Pengaruh ini biasanya akan bertambah sehingga berwujud pada perilaku dan perbuatan. Sebesar apapun kegelapan maksiat itu masuk ke dalam hati, maka sebesar itu pula cahaya keimanan keluar darinya.
*Imam al-Mawardi* membagi sosok teman menjadi empat, dilihat dari bantuan yang mereka berikan kepada sahabatnya:
*Pertama;* teman yang mau membantu dan juga mau meminta bantuan. Teman seperti ini adalah ingin melakukan pertukaran bantuan hingga impas. Ia mau melakukan sesuatu untuk orang lain, tapi ia juga menuntut orang lain untuk berbuat hal yang sama kepada dirinya. Ia bagaikan pemberi utang, memberi utang ketika dibutuhkan lalu mengambilnya kembali ketika sudah tidak dibutuhkan. Maka tipe teman seperti ini harus diberi ucapan terima kasih karena telah memberikan bantuannya, dan juga dapat dimaklumi jika ia mengunginkan kembali kebaikannya.
*Kedua;* teman yang tidak mau membantu dan juga tidak mau meminta bantuan. Orang seperti ini harus ditinggalkan. Ia bukanlah teman yang bisa diharapkan, dan bukannpyla musuh yang harus ditakuti. Maka tipe teman seperti ini tidak boleh dicela karena ia mau menjauhkan diri dari kejelekan, tapi juga tidak boleh diberi ucapan terima kasih karena ia tidak mau berbuat kebaikan, meski swbenarnya dirinya itu lebih pantas untuk dicela.
*Ketiga;* teman yang mau meminta bantuan, tapi tidak mau membantu. Orang seperti ini sangat hina dan tercela. Tak ada kebaikan yang bisa diharapkan darinya, dan keburukannya itu takkan membuatnya merasa aman. Maka kita tidak perlu mengikat orang ini dalam tali persaudaraan, dan juga tidak ada celah kasih sayang untuknya. Bahkan ada sebagian ulama ahli hikmah berkata, _”Keburukan pada orang yang mulia itu adalah ketika ia menghalangi kebaikannya darimu. Dan kebaikan pada orang lain yang tercela iti adalah ketika ia menghalani keburukannya darimu.”_
*Keempat;* teman yang mau membantu tapi tidak mau meminta bantuan. Maka ia adalah orang yang mulia akhlaknya, dan sifatnya ini patut disyukuri. Orang ini berhasil memperoleh dua keutamaan, yaitu keutamaan memulai kebaikan, dan keutamaan mencukupkan diri dari menerima bantuan orang lain. Ia tidak menganggap penting balasan dari bantuannya itu, dan juga semangatnya untuk terus membantu dan tidak akan pernah berhenti. Inilah teman atau saudara yang paling mulia jiwanya, dan paling bagus akhlaknya. Bagi siapa saja yang telah berhasil mendapatkan teman dengan tipe seperti ini, meskipun sangat sedikit orang seperti ini, maka hendaklah ia selalu memuji kebaikannya, menjaga kuat agar dia tidak lari dari kita, serta lebih takut kehilangan dia dari harta yang mewah.
Sementara itu *Ali bin Abi Thalib ra.* berkata : “Janganlah engkau bersahabat dengan *orang yang suka bermaksiat,* karena perbuatannya itu akan menghiasimu, dan ia sangat suka jika engkau jadi sepertinya. Karakternya yang jelek akan menghiasimu. Engkau hanya akan memperoleh cacat dan keburukan darinya.
Jangan pula bersahabat dengan *orang yang bodoh!* Sebab, meski ia sangat mencintaimu, tapi ia tidak akan bisa memberi manfaat padamu. Ia mungkin ingin sekali memberi manfaat padamu, tapi yang terjadi malah membuatmu rugi. Maka, diamnya itu lebih baik daripada bicaranya. Jauhnya lebih baik daripada dekatnya, bahkan matinya pun lebih baik daripada hidupnya.
Jangan engkau bersahabat dengan *orang yang suka berbohong!* Sebab, sama sekali tak ada manfaat bersamanya. Ia akan menyebarkan rahasiamu dan nenyebarkan rahasia orang lain kepadamu. Sehingga kalaupun ia berbicara benar, ia tidak layak untuk dibenarkan.” *(Ibnu Qotadah, _’Uyuunul-Akhbaar’_, juz 3, hal. 9)*
Juga, janganlah kita jadikan orang kafir, penguasa sekuler, ulama pengabdi penguasa fasiq, kaum munafik, kaum komunis, dan musuh-musuh Allah dan RasulNya, sebagai teman dekat, hingga membuatmu mencampakkan hukum-hukum syariat, dan berpaling dari Al Qur’an. Sebab, semua itu akan menjadi penyesalan kelak di hari akhir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
*وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (27) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا (29) وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا (30) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا (31)*
_Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang lalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.“ Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia. Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan”. Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong._
*(TQS. Al Furqan (25):27-31)*
*Sufyan ats-Tauri* _rahimahulLaah_ berkata:
*وليَكُن جَلِيسَكَ مَن يُزَهِّدُكَ في الدُّنيَا، ويُرَغِّبُكَ في الآخِرَةِ، وإيَّاكَ ومُجالسَةَ أهلِ الدُّنيَا الذِينَ يَخُوضُونَ في حَديثِ الدُّنيَا، فإنَّهُم يُفسِدُونَ عَلَيكَ دِينَكَ وقَلبَكَ، وأكثِر ذِكرَ المَوتِ، وأكثَرِ الإستِغفَارَ مِمَّا قَد سَلَفَ مِن ذُنُوبِكَ، وَسَلِ اللَّـهَ السَّلامَةَ لِمَا بَقِيَ مِن عُمُرِكَ*
_Hendaklah sahabat dekatmu adalah orang yang bisa membuatmu zuhud terhadap dunia dan menanamkan kerinduanmu pada akhirat (surga). Jangan engkau bersahabat dekat dengan para pecinta dunia yang terlalu banyak membincangkan urusan dunia. Sebab hal demikian bisa merusak agamamu dan hatimu. Perbanyaklah engkau mengingat mati. Perbanyaklah beristighfar atas dosa-dosamu yang telah lalu. Mohonlah kepada Allah keselamatan (dirimu dan agamamu) dalam menjalani sisa usiamu._ *(Al-Asbahani, _Hilyah al-Awliya’_, 7/82).*
Nah, teman atau sahabat yang shaleh mampu menyelamatkan dan menolong kita dari segala macam fitnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, _”Sesungguhnya setan bersama seseorang yang jauh dari ajaran agama-Nya.”_
*Subhanallah,* hanya sahabat yang shaleh yang mewasiatkan kepada kita tentang kebenaran. Ia juga selalu mengajak dan menuntun kita agar memiliki pendirian dan berpegang teguh terhadap agama-Nya. Mari sahabat-sahabat kita yang shaleh tersebut kita pegang erat-erat, sebab mereka memiliki syafaat pada hari Kiamat, demikian kata *Imam Hasan Al-Basri.*
Sementara *Ibnul Jauzi* pernah berpesan kepada sahabat-sahabatnya sambil menangis, ”Jika kalian tidak menemukan aku di surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang aku, ‘Wahai Rabb kami, hamba-Mu fulan sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau. Maka masukanlah dia bersama kami di surga-Mu.”
Masya Allah, nikmatnya berjamaah dalam dakwah dengan wongkang shaleh, dihibur saat bersedih, dikuatkan saat lemah, disupport saat malas, dan dibimbing saat tersesat. Semoga persahabatan kita dalam dakwah senantiasa dijaga oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Mohon cari aku jika tak engkau temui aku di Jannah.
*والله أعلم بالصواب*
Semoga bermanfaat
Nashrun min Allah wa fathun qoriib
Wabasyiril mu’minin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh