Home Kultum Takholi, Tahali dan Tajalli (Ilmu Tasawuf)

Takholi, Tahali dan Tajalli (Ilmu Tasawuf)

119
0

Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ali Mubin S,MA

Tema : Takholi, Tahali dan Tajalli (Ilmu Tasawuf)

 

Surat Al-Ma’un Ayat 4

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ

Artinya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

 

Jama’ah Sholat Dzuhur yang Berbahagia,

Takhalli, tahalli, dan tajalli merupakan pokok ajaran dalam tasawuf yang memiliki arti sebagai berikut:

Takhalli

Pembebasan diri dari sifat-sifat tercela, seperti hawa nafsu duniawi, serakah, ujub, riya, dan hasud. Contohnya, membersihkan tanah dari rumput sebelum menanam tanaman.

Tahalli

Tahapan mengisi dan berhias diri dengan sikap-sikap terpuji, seperti zuhud, qana’ah, sabar, syukur, dan ridha.

Tajalli

Penghayatan rasa ke-Allahan atau dalam istilah Hamka, “Kelihatan Allah di dalam hati”. Contohnya, ilmu sang dosen yang diajarkan kepada mahasiswa tidak akan menghabiskan ilmunya dosen.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tajalli adalah: Puasa sunnah, Sholat sunnah, Berdzikir, Tafakkur dan tadabbur atas alam semesta.

 

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT,

Dalam kita beriman dan beramal sholeh hendaknya ikhlas dalam beramal sholeh. Syekh Abdullah bin Hijazi As-Syarqawi menjelaskan ragam ikhlas manusia dalam beribadah. Syekh As-Syarqawi menyebutkan jenis keikhlasan manusia sesuai dengan tingkatan yang bersangkutan. Sedangkan keikhlasan sendiri adalah ketulusan dan kemurnian niat seseorang dalam beramal.

والإخلاص يختلف باختلاف الناس

Artinya, “Ikhlas berbeda-beda sesuai perbedaan tingkat spiritualitas orang,” (Syekh As-Syarqawi, Al-Minahul Qudsiyyah alal Hikam Al-Atha’iyyah, [Semarang, Thaha Putra: tanpa tahun], juz I, halaman 11).

Syekh As-Syarqawi menyebut tiga jenis keikhlasan manusia dalam beramal:

  1. Keikhlasan ibad atau ‘abidin (para hamba Allah) terbatas pada keselamatan amal mereka dari penyakit riya baik yang nyata maupun tersamar; dan dari unsur nafsu mereka. Kelompok ibad atau abidin beribadah atau beramal sesuatu semata lillahi ta’āla atau karena Allah dengan mengharapkan ganjaran pahala dan berharap selamat dari siksa neraka. Mereka menisbahkan amal itu kepada diri mereka. Mereka juga menyandarkan diri pada amal tersebut untuk meraih apa yang mereka inginkan.
  2. Keikhlasan muhibbin (para pecinta Allah) berupa amal atau ibadah lillahi ta’āla atau karena Allah seraya mengagungkan dan membesarkan-Nya karena memang Allah berhak atas keagungan dan kebesaran tersebut. Mereka beribadah bukan untuk tujuan ganjaran pahala dan keselamatan dari siksa neraka. Rabi‘ah Al-Adawiyah, salah seorang dari kelompok muhibbin, mengatakan, “Aku tidak menyembah-Mu karena takut siksa neraka atau karena mengharapkan surga-Mu sehingga aku harus menasabkan ibadah padanya?”
  3. Keikhlasan arifin (ahli makrifat) dalam beribadah berupa kesaksian mereka atas keesaan Allah dalam menggerakkan dan meredakan perilaku mereka. Mereka tidak melihat kekuatan dan daya pada diri mereka. Dalam cara pandang mereka, ibadah yang mereka lakukan dapat terlaksana karena billah atau sebab kekuatan Allah, bukan karena kekuatan dan daya dalam diri mereka. Rincian ini disebutkan oleh Syekh Syarqawi ketika menerangkan salah satu hikmah dalam Kitab Al-Hikam Al-Athaiyyah berikut ini:

الأعمال صور قائمة وأرواحها وجود سر الإخلاص فيها

Artinya, “Amal adalah bentuk-bentuk raga kosong yang tegak. Sedangkan jiwa darinya adalah adanya keikhlasan di dalamnya,” (Ibnu Athaillah, Al-Hikam).

 

Semoga kita mampu mejalankan ibadah dengan penuh kecintaan dan keihlaskan kepada Allah SWT, agar dalam segala aktivitas kita diridhoi Allah SWT, Amin ya robbal ‘Alamin

 

Semoga Bermanfaat

Nashrun min Allah wa Fathun Qoriib

Wabasyiril Mu’minin

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.