Home Kultum Kisah Umar Bin Khattab (Blusukan telah dipraktekkan, sejak 14 Abad Silam)

Kisah Umar Bin Khattab (Blusukan telah dipraktekkan, sejak 14 Abad Silam)

624
0

Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Sutarji, MM


Tema : Kisah Blusukan Umar Bin Khattab (telah dicontohkan, sejak 1400-an tahun yang lalu).


Dalam sejarah Islam blusukan sudah lama dipraktekkan. Pola kerja seperti ini ternyata sudah dilakukan sejak 1400 tahun yang lalu. Cerita yang paling mahsyur adalah blusukan yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab.

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab menjadi salah satu pembenci Islam dan berniat akan membunuh Nabi Muhammad SAW, dan ada juga kebiasaan Umar ketika Masih jahiliyah yak senang berduel berkalahi dan jika akan berkelahi lawannya disarankan untuk meminta izin kepada keluarga jikalau menemui ajal dan kebiasaan yang kedua adalah Umar senang minum-minum keras dengan intensitas 5 kali sehari, maka jika saat ini ada orang yang senang berkelahi dan minum minuman keras masih ketinggalan, tidak zaman, karena masih kalah dengan Umar terdahulu pada 1400 telah lebih dulu melakukannya, dan lebih hebat, lebih banyak, tetapi Umar memilih bertaubat, maka bertaubatlah wahai orang-orang yang masih dalam kegelapan.

Umar bin Khattab kala itu menilai ajaran Islam yang disebarkan Nabi Muhammad telah membuat kegaduhan bagi kaum Quraish dan memecah belah persatuan.

Kendati sangat membeci Islam, Nabi Muhammad pernah berdoa dengan menyebut nama Umar bin Khattab dan Amr bin Hisam atau Abu Jahal bisa masuk Islam.

Rasulullah meyakini masuknya meraka atau atau salah satunya akan membuat Islam semakin kokoh. Dan Allah SWT mengabulkan salah satu Umar yakni Umar bin Khattab yang mendapat hidayah.

Suatu hari, kemarahan Umar memuncak dan berniat menghabisi Rasulullah. Tapi, di tengah perjalanan bertemu Nuaim bin Abdillah.

Nuaim kemudian memberitahukan adik perempuan Umar, Fatimah dan suaminya Sa’ad bin Zaid juga telah masuk Islam.

Umar berbalik arah dan langsung menuju rumah adiknya. Saat itu, kedua adiknya sedang bersama Khabbab bin al-Arat tengah memaca surat Thaha.

Mendengar langkah Umar, Khabbab memberi kode Fatimah dan Said untuk menyembunyikannya. Umar masuk tanpa salam. Lalu menanyakan soal bacaan yang baru didengarnya.

Keduanya pun terkejut dan ketakutan dengan kemarahan Umar. Said pun memberanikan diri mengakuinya dan langsung mendapatkan pukulan Umar.

Fatimah mencoba membantu suaminya untuk berdiri. Namun, Umar justru menamparnya dengan keras.

“Wahai Umar sadarlah. Jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada tuhan yang patut disembah selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad rasul Allah,” ucap Fatimah.

Penyesalan muncul di hati Umar melihat darah mengalir dari wajah Fatimah. Ia termenung dan meminta maaf.

Lalu, meminta adiknya menunjukkan Alquran dan membacakan kepadanya. Tapi, sebelum membacakannya, Fatimah meminta Umar untuk bersuci lebih dahulu.

Setelah Umar mandi, Fatimah memberikan bacaan tersebut. Surat yang dibacanya adalah Thaha ayat 14.

“Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya, aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku.”

Umar tersentuh. Ia mengaku tak sabar untuk segera bertemu Nabi Muhammad.

Khobbab yang mendengar pengakuan Umar keluar dari persembunyiannya. Ia menyarankan Umar menemui Rasulullah.

Orang-orang sempat khawatir ketika melihat kedatangan Umar. Namun, tetap mempersilahkan Umar untuk bertemu dengan Rasulullah.

“Tidakah engkau akan berhenti dari tindakanmu wahai Umar, hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang terjadi pada Awal bin Muhira. Ya Allah, inilah Umar bin Khattab, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khatab,” sabda Rasulullah.

Orang-orang terkejut mendengar Rasulullah mengeraskan suaranya. Lebih terkejut lagi mendapati respon Umar bin Khattab.

“Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah rasul Allah.” kata Umar yang disambut teriakan takbir.

Umar masuk Islam tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib. Masuknya kedua orang tersebut membangkitkan semangat kaum muslim.

Umar bin Khattab, mempunyai kepribadian yang sangat jempolan alias patut ditiru,bahkan oleh orang diluar Islam Umar termasuk salah satu tokoh berpengaruh di dunia dari 100 orang. terutama setelah memeluk agama Islam, dan diangkat jadi Khalifah kala itu.

“Turun risalah Sholat, dipraktekan, Sholat itu yang telah merubah kepribadiannya (Umar bin Khattab), yang tadinya keras, kerasnya beribadah menjadi tegas, tegas kepada setiap kemunkaran, tapi sangat lembut dalam setiap kebaikan, bahkan setelah diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Khattab orang pertama yang dicatat dalam sejarah, senang blusukan dalam setiap kesempatan, bahkan mendatangi rakyatnya,”

Dalam sebuah kisah Umar bin Khattab;

Suatu masa, tanah Arab pernah mengalami paceklik yang amat memprihatinkan. Hujan lama tak turun. Lahan menjadi tandus. Tanaman warga tak bisa dipanen karena kering kerontang. Jumlah hewan ternak yang mati juga sudah tak dapat dihitung. Keputusasaan mendera hampir di seluruh masyarakat. Khalifah Umar Bin Khattab mengeluarkan kebijakan agar setiap hari dilakukan pemotongan unta agar dagingnya bisa dinikmati oleh warga. Sedangkan ia memilih untuk berpuasa dari makanan enak.

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, Umar pun tak segan masuk keluar kampung. Pada suatu malam Umar yang ditemani Aslam mengunjungi sebuah perkampungan terpencil yang terletak di tengah gurun sepi. Saat memasuki daerah tersebut mereka terkejut saat mendengar isak tangis dari sebuah gubuk tua. Mereka pun bergegas mendekati gubuk tersebut untuk memastikan suara apakah itu.

Setelah mendekat, Khalifah melihat seorang perempuan tua sedang memasak. Asap mengepul dari panci yang ia aduk. Sementara di sampingnya tampak seorang anak perempuan yang masih saja menangis. Karena penasaran Umar pun meminta izin untuk masuk.

“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.

Mendengar salam tersebut, si Ibu hanya sekedar menoleh dan kembali melanjutkan aktifitasnya.

“Siapa yang tengah menangis, apakah dia sakit?” tanya Umar.

Anakku. Dia tidak sedang sakit. Ia hanya sedang kelaparan” jawab perempuan tanpa menoleh ke arah Umar.

Khalifah Umar dan Aslam terperanjat. Mereka terdiam. Hingga akhirnya keduanya memilih untuk tetap berada di rumah tersebut. Umar dan Aslam duduk hingga satu jam lamanya. Sepanjang itu pula si perempuan tua masih saja mengaduk panci dengan sendok panjangnya. Dan sepanjang itu pula si anak perempuan terus menangis.

“Apa yang sedang engkau masak, wahai Ibu? Kenapa masakanmu tidak kunjung matang?” tanya Khalifah Umar penasaran.

Ayo kemari, coba engkau lihat sendiri” Kata perempuan tua tersebut sambil menoleh ke arah Umar dan Aslam.

Umar dan Aslam segera mendekat ke arah panci dan melihat ke dalamnya. Namun alangkah terkejutnya Umar saat melihat isi panci tersebut.

“Engkau merebus batu?” tanya Umar tidak percaya.

Perempuan itu hanya menganggukkan kepala.

“Aku melakukan ini agar anak-anakku terhibur. Agar mereka mengira aku sedang memasak. Sebagai seorang janda miskin apa yang bisa aku lakukan. Meminta anak-anakku berpuasa dan berharap seseorang mengantarkan makanan untuk berbuka. Tapi hingga magrib tiba tak seorang pun yang datang. Anakku tertidur karena mereka kelelahan setelah seharian menangis”

Umar tertegun. Tak ada kalimat yang bisa diucapkan. Umar merasa bersalah karena masih ada rakyatnya yang menangis karena kelaparan.

“Seperti inilah yang telah dilakukan Khalifah Umar kepadaku. Dia membiarkan kami kelaparan. Ia tidak mau melihat ke bawah, memastikan kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum”

Ibu itu diam sejenak. “Umar bin Khattab bukanlah pemimpin yang baik. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu, Aslam ingin menegur namun dihalangi oleh Umar. Khalifah segera bangkit dan meminta izin kepada si Ibu. Dengan air mata berlinang ia mengajak Aslam untuk segera kembali ke Madinah. Tanpa beristirahat, Umar segera mengambil gandum lalu memilkulnya sendiri.

“Wahai Amirul Mukminin, biarlah saya saja yang memikul karung tersebut” pinta Aslam yang tak tega melihat Amirul Mukminin yang tampak kelelahan.

Mendengar permintaan tersebut Umar bukannya senang melainkan marah. Mukanya merah padam. Umar menjawab, “Wahai Aslam, apakah engkau mau menjerumuskan aku ke dalam api neraka. Apakah engkau kira setelah menggantikan aku memikul karung ini maka engkau akan memikul beban ku nanti di akhirat kelak? “

Aslam tertunduk. Ia hanya bisa berdiri mematung ketika melihat Khalifah Umar bin Khattab berjuang keras memikul karung gandum tersebut untuk diserahkan langsung kepada perempuan itu.

Itulah salah satu kisah masyur yang memperlihatkan bagaimana Umar begitu bertanggung jawab menjadi seorang pemimpin. Ia bahkan menangis ketika melihat rakyatnya kelaparan. Apa yang dilakukan Umar sepatutnya menjadi teladan bagi siapa saja yang diamanahi tampuk kepemimpinan. Lewat kisah di atas Umar juga secara tak langsung juga mengajarkan bagaimana cara melakukan blusukan yang benar.

Blusukan Umar Sunyi Senyap

Jika merujuk dari cerita di atas maka jelaslah jika Khalifah Umar memilih malam hari sebagai waktu untuk blusukan. Bukan pada siang hari saat mentari terang menderang. Bahkan sejarah juga mencatat jika Khalifah Umar hampir setiap malam melakukan blusukan.

Kenapa pola seperti ini yang dilakukan oleh Umar?

Alasannya sederhana saja. Khalifah Umar tau jika blusukan itu memiliki misi mulia. Sehingga untuk melakukannya harus dikerjakan secara sembunyi-sembunyi, bukan terbuka. Khalifah Umar menerobos gelapnya malam untuk menyibak fakta yang mungkin masih tersembunyi. Memastikan apakah pejabat di dalam pemerintahannya sudah bekerja dengan baik. Beliau ingin blusukan dilakukan tanpa rekayasa.

Blusukan yang dilakukan Khalifah Umar jelas bukan untuk mendapatkan lambaian tangan rakyat, ataupun pelukan dan hura-hura. Sebab yang dibutuhkan Khalifah Umar hanyalah informasi tentang masalah yang masih belum dapat diselesaikan selama kepemimpinannya. Sebab ia tau, amanah ini akan dipertanggungjawabkan di depan Mahkamah Tuhan.

Cara blusukan dalam sunyi senyap sebenarnya juga bisa dilakukan oleh siapapun di level apapun. Tidak harus Presiden, Menteri, Gubernur atau Bupati Walikota. Camat dan Lurah serta RT pun sebenarnya bisa melakukan, bisa meniru pola seperti ini. Menemukan masalah dan segera menyelesaikannya.

Blusukan pada malam hari yang dilakukan Umar Bin Khattab mengisyaratkan jika blusukan tidak selamanya membutuhkan sorotan kamera apalagi set lighting yang menyilaukan mata.

Langsung Kerja Tak Perlu Banyak Gaya

Saat menemukan fakta yang mengejutkan Umar segera kembali ke Madinah. Ini adalah bukti jika Umar tak banyak gaya dan rethorika. Yang dilakukan Umar adalah kerja, kerja, kerja. Memanggul gandum adalah bentuk dari rasa tanggung jawab. Sebagai pemimpin tak perlu sungkan untuk melakukan suatu kebaikan dengan tangannya sendiri. Tak perlu ajudan, tak perlu pengawal kalau hanya sekedar ingin melakukan kebaikan. Lakukan sebuah pekerjaan dengan tangan sendiri. Mungkin itu pula yang ingin Umar Bin Khattab sampaikan kepada pemimpin setelahnya.

Lalu jika ada seorang menteri blusukan hingga harus memanjat pagar, apakah itu salah? Tentu saja tidak justru itulah tugas dia.

Kehidupan Pemimpin Harus Lebih “Susah” Dari Rakyatnya

Dalam sejarah, Umar Bin Khattab adalah pemimpin yang hidupnya sederhana. Amat sederhana malah untuk seorang Khalifah. Saat tanah Arab menghadapi masa paceklik, Umar pernah memantangkan dirinya untuk makan daging, minyak samin, dan susu. Sebab ia khawatir jika makanan yang ia makan hanya akan mengurangi jatah makanan rakyatnya. Solusinya ia hanya menyantap roti dengan celupan minyak zaitun hingga membuat perutnya panas. Makanan yang ia makan bukannya membuat perut Khalifah menjadi kenyang melainkan sebaliknya.

“Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.” Ungkap Umar saat perutnya kosong.

Blusukan sejatinya harus diiringi dengan kesederhanaan pemimpinnya. Jika pemimpin masih bisa merasakan kenikmatan di tengah sulitnya kehidupan masyarakat maka blusukan menjadi tidak bermakna.

Seorang pemimpin yang baik pasti tau jika rakyatnya sedang senang atau melarat.

Demikian cara Umar dalam mendidik para pemimpin setelahnya. Hidup sederhana dan peduli dengan rakyat yang dipimpinnya.

Blusukan sebenarnya cara baik jika dilakukan dari niat yang baik.

Lantas bagaimana cara membedakan antara blusukan dengan pencitraan?

Ya sederhananya dapat ditemukan dari cara yang dilakukan. Jika hanya melulu berorientasi pada “drama” lalu tak jelas hasil dari blusukan tersebut.

maka dipastikan itu semua hanya sebuah pencitraan. Tetapi jika blusukan dibarengi dengan solusi kongkrit maka itu adalah sebuah kerja.

Supaya tak salah langkah mari belajar dari Umar cara blusukan yang benar.

Dari Cerita di atas kita bisa petik pelajaran bahwa tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu, dan pelajaran yang lainnya adalah banyaknya kisah teladan para khalifah zaman dahulu yang dapat kita renungkan bersama. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari blusukan Umar bin Khattab diantaranya:

Pertama, Umar hampir setiap hari bahkan setiap malam berkeliling wilayahnya untuk melihat kondisi rakyatnya. Memastikan apakah seluruh rakyatnya mendapat kenyamanan dan hak-hak yang semestinya diperoleh.

Apa yang dilakukan oleh Umar ini terkenal dengan istilah “blusukan”.

Semoga para pemimpin saat ini dapat meneladaninya. Blusukan pemimpin sangat baik untuk kesejahteraan rakyat di hari esoknya. Bukan hanya blusukan saat menjelang pemilihan, namun blusukan sepanjang masa kepemimpinannya.

Kedua, kerendahhatian seorang pemimpin. Dalam kisah itu disebutkan bahwa Umar bin al-Khattab membawa karung yang berisi penuh barang-barang di pundaknya sendiri. Ia tidak gengsi dan tidak minta bantuan pemimpinnya.

Ini mencerminkan betapa sederhana dan besar hatinya seorang pemimpin. Hal ini sangat berbeda denga trend kepemimpinan di masa sekarang. Setiap melakukan tugas atau pergi ke suatu tempat harus dalam penjagaan yang ketat, di sampingnya selalu ada asisten yang akan memenuhi kebutuhan dan perintah yang diberikan.

Ketiga, pemimpin sebagai pelayan rakyat. Pemimpin selalu bersedia melayani kebutuhan rakyat. Rasululah Saw bersabda: “Sayyidu al-qaum khadimuhum/pemimpin adalah pelayan rakyat”.

Dengan kasih sayang yang dicurahkan kepada rakyatnya, maka tumbuh rasa cinta dan hormat dari rakyat bagi dirinya. Kesadaran melayani inilah yang sedang diteladankan dengan sangat luhur oleh Umar, sebagai sosok yang menjiwai setiap sabda-sabda dan perilaku Rasulullah. Perilaku Umar ini sesungguhnya kritik bagi kebanyakan pemimpin hari ini.

Keempat, kesederhanaan pemimpin. Umar tipe pemimpin yang tidak menonjolkan dirinya di hadapan rakyat.

Bahkan dari kisah di atas, kita bisa melihat betapa rakyatnya sendiri tidak mengenalinya. Bagi Umar, keterkenalan di hadapan manusia sama sekali tidak penting. Urusan dia semata di hadapan Allah.

Kelima, kesadaran akan pertanggungjawaban kepemimpinan di hadapan Allah.

Tangisan Umar saat mendengar keluhan hati wanita itu dan penolakannya pada uluran tangan Aslam, tak lain karena ia memiliki kesadaran akan amanah jabatan yang Allah berikan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Ia ingin memanggul tanggung jawab itu sendirian, sebagaimana ia memanggul karung itu sendirian.

Semoga calon-calon pemimpin yang kini tengah berkompetisi untuk menjadi kepala daerah di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di Banten dan umum di Indonesia serta Dunia mampu meneladani kepimimpinan Umar. Sungguh kita merindukan sosok pemimpin yang minimal mendekati karakter kepemimpinan Umar. Amin!

Semoga bermanfaat
Nashrun min Allah wa fathun qoriib
Wabasyiril mu’minin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.