Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Ano Wiharja,M.Pd.
Tema : Pusaka Rosullullah SAW kepada Ummatnya
Surat An-Nisa’ Ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13).
Jama’ah Sholat Dzuhur yang Berbahagia,
Diceritakan, sepeninggal Nabi SAW, putrinya, Siti Fatimah, meminta kepada Khalifah Abu Bakar agar diberikan warisan dari harta peninggalan Nabi.
Namun, Abu Bakar menolak permintaannya. Dasarnya, sabda Rasulullah SAW, “Kami para nabi tidak mewariskan harta. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah [milik umat].” (HR Bukhari dari Aisyah).
Dalam riwayat lain, dikisahkan pula bahwa sahabat Abu Hurairah merasa heran melihat banyak orang di salah satu pasar di Madinah, yang begitu sibuk berbisnis. Lalu, ke pada mereka Abu Hurairah bertanya, “Kalian di sini, tahukah kalian bahwa warisan Nabi sedang dibagikan di Masjid Nabawi?”
Mereka pun bergegas menuju masjid. Merasa tak ada pembagian warisan di sana, mereka dengan rasa kecewa kembali menemui Abu Hurairah. “Tak ada pembagian warisan di masjid,” sanggah mereka.
Jawab Abu Hurairah, “Apa kalian tidak melihat di sana ada orang-orang yang sedang shalat, membaca Alquran, dan belajar tentang hukum-hukum Allah? Itulah warisan Nabi.” (HR Thabrani dari Abu Hurairah).
Dua kisah ini menegaskan kepada kita bahwa warisan penting yang ditinggalkan Nabi SAW bukanlah harta, tetapi ajaran Islam. Karenanya, ahli waris Nabi bukanlah keturunannya an sich, tetapi para ulama. Nabi SAW, seperti diungkapkan para perawi hadis (ash-hab al-Sunan), berkata, Ulama adalah ahli waris para Nabi.
Sebagai ahli waris nabi, para ulama memikul beban dan tanggung jawab dakwah, yaitu kewajiban menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah, ila sabil-i rabbik(QS an-Nahl [16]: 125) melalui tabligh , amar makruf, dan nahi munkar, serta beramal saleh dan keluhuran budi pekerti (QS Fu shshilat [41]: 33). Hal inilah yang ditunjukkan sahabat Abu Bakar Shiddiq dan Abu Hurai rah, dalam kisah di atas.
Belajar dari dakwah sahabat Abu Hurairah di atas maka ada dua hal yang secara absolut harus dimiliki oleh para ulama dan para dai.
Pertama, hikmah, yakni ilmu dan kearifan dalam mengidentifikasi masalah dan memberikan jawab an (solusi) yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.
“Allah menganugerahkan al-Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Alquran dan assunah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS al- Baqarah [2]: 269).
Kedua, qudwah hasanah, yakni keteladanan baik dalam sikap maupun perilaku, sehingga sang dai layak menjadi tokoh panutan (patron client), atau model peran (role model). (QS al-Ahzab [33]: 21).
Warisan yang sesungguhnya adalah agama dan hikmah atau kebenaran yang bersifat universal. Setiap orang beriman, setingkat dengan ilmu dan kesanggupan yang dimiliki, diminta untuk menjaga “warisan suci” ini.
Rasul Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah ( Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan). Wallahu a`lam.
Bagi seorang mukmin yang ingin meraih kesuksesan, yang paling penting dan pokok ialah meraihnya dengan berdasarkan pedoman Ummat Islam yakni Harus berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, maka kita semua dapat meraih sukses dunia dan akhirat salah satunya dengan memiliki rasa Sabar.
Kata sabar dengan berbagai derivasinya disebut dalam al-Quran sebanyak 103 kali yang tersebar di 45 surah, 40% dari keseluruhan surah Al-quran yang berjumlah 114, di 93 ayat. Terkadang dalam satu ayat terulang kata tersebut sebanyak dua kali. Sabar berasal Bahan Arab ,dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Menurut istilah, sabar adalah :Menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa lainnya
Firman Allah SWT dalam Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 200
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
Kandungan Surat Ali Imran Ayat 200
Pesan Kesabaran: Ayat ini pertama-tama mengajak umat Islam untuk bersabar. Ini adalah pesan penting karena kehidupan sering kali penuh dengan cobaan dan tantangan. Dalam menghadapi kesulitan, bersabar adalah kunci untuk tetap tenang dan kuat.
Kuatkan Kesabaran: Ayat ini tidak hanya meminta kita untuk bersabar, tetapi juga untuk memperkuat kesabaran kita. Ini mengingatkan kita bahwa kesabaran adalah sifat yang perlu diasah dan diperkuat seiring waktu.
Bersiap-siaga: Bagian ketiga ayat ini menyebutkan “rābiṭụ” yang dapat diartikan sebagai “bersiap-siaga.” Ini mengingatkan kita untuk selalu siap menghadapi segala situasi, terutama dalam mempertahankan keyakinan dan prinsip kita.
Takwa kepada Allah: Ayat ini juga menegaskan pentingnya takwa kepada Allah. Takwa adalah kesadaran tentang Allah, kepatuhan kepada-Nya, dan menjauhi segala perbuatan yang dapat mendekatkan kita kepada-Nya.
Harapan Untuk Kesuksesan: Ayat ini mengakhiri dengan harapan bahwa dengan bersabar, memperkuat kesabaran, bersiap-siaga, dan memiliki takwa kepada Allah, kita akan mencapai kesuksesan sejati dalam hidup.
Semoga Bermanfaat
Nashrun Min Allah wa Fathun Qoriib
Wabasyiril Mu’minin
Wasssalamu’alaikum Wr. Wb.