Home Kultum Mencuri dalam Keadaan Sholat, Siapakah ia ?

Mencuri dalam Keadaan Sholat, Siapakah ia ?

421
0

Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz H.Jawahir Jumhur P.MA

Tema : Mencuri dalam Keadaan Sholat, Siapakah ia ?

Hadirin Jama’ah Sholat Dzuhur yang Dirahmati Allah SWT

Ibadah sholat adalah ibadah yang paling dicintai oleh Allah SWT, maka perlu dijaga kekhusyuannya dan Thumaninahnya,

Karena Selain Sholat sebagai Amal yang pertama kali di hisab juga Allah SWT mencintai Gerakan Sholat mulai dari Berdiri lama, Ruku dan sujud yang tenang, menghayati setiap ucapan yang dilantunkan seakan sedang berkomunikasi dengan Allah SWT

Amal yang pertama kali di hisab

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya.(HR. Tirmidzi, no. 413)

Hadits Rosulallah SAW Sholat dengan berdiri Lama

وَعَنْ حُذَيْفَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ البَقرَةَ ، فَقُلْتُ : يَرْكَعُ عِنْدَ المئَةِ ، ثُمَّ مَضَى ، فَقُلْتُ : يُصَلِّي بِهَا في رَكْعَةٍ فَمَضَى ، فَقُلْتُ : يَرْكَعُ بِهَا ، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا ، يَقرَأُ مُتَرَسِّلاً : إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيْحٌ سَبَّحَ ، وَإذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ ، وَإذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ، ثُمَّ رَكَعَ ، فَجَعَلَ يَقُولُ : (( سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيمِ )) فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْواً مِنْ قِيَامِهِ ، ثُمَّ قَالَ : (( سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ )) ثُمَّ قَامَ طَوِيْلاً قَِريْباً مِمَّا رَكَعَ ، ثُمَّ سَجَدَ ، فَقَالَ : (( سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى )) فَكَانَ سجُودُهُ قَرِيْباً مِنْ قِيَامِهِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Maka beliau membuka shalat tersebut dengan surah Al-Baqarah. Lalu aku berkata (dalam hati), ‘Beliau akan rukuk pada ayat yang keseratus, kemudian seratus ayat pun berlalu, beliau melanjutkan bacaannya.’ Lalu aku berkata, ‘Beliau akan shalat dengan surah Al-Baqarah dalam satu rakaat, kemudian ternyata beliau meneruskan bacaannya.’ Lalu aku berkata, ‘Beliau akan segera rukuk, dan ternyata beliau memulai membaca surah An-Nisa’ hingga selesai. Kemudian beliau memulai lagi dengan surah Ali ‘Imran hingga selesai. Beliau membaca dengan perlahan-lahan. Apabila beliau melewati ayat yang di dalamnya terdapat tasbih, beliau bertasbih. Apabila beliau melewati ayat yang berisi permintaan, beliau meminta. Dan apabila beliau melewati ayat yang berisi meminta perlindungan, beliau meminta perlindungan.

Kemudian beliau rukuk, lalu mulai mengucapkan, ‘SUBHAANA ROBBIYAL ‘AZHIIM’ (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Maha Agung).’ Rukuk beliau sama seperti berdirinya, kemudian beliau mengucapkan, ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, ROBBANAA LAKAL HAMDU (artinya: Semoga Allah mendengar kepada siapa saja yang memuji-Nya, Wahai Rabb kami, hanya milik-Mu lah segala puji).’ Kemudian beliau berdiri lamanya hamper sama dengan rukuknya. Lalu beliau sujud, kemudian mengucapkan, ‘SUBHAANA ROBBIYAL A’LAA (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi).’ Maka lama sujudnya hampir sama dengan berdirinya.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 772]

Ketenangan dan kekhusyukan shalat merupakan esensi yang utama. Ketiadaan ketenangan atau kerap disebut thuma’ninah akan mengancam hilangnya ruh dari shalat itu sendiri.

Bahkan, dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengibaratkan mereka yang kehilangan thuma’ninah, adalah para pencuri shalat.

”Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya. Para sahabat nabi bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dia mencuri dari shalatnya?’ Beliau menjawab, [Ia] tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad).

Suatu hari, seusai shalat berjamaah, Rasulullah duduk bersama para sahabatnya di salah satu sudut masjid. Tiba-tiba datang seorang laki-laki ke sebuah sudut lain dan langsung mengerjakan shalat sendirian. Dalam shalatnya orang itu rukuk dan sujud dengan cara mematuk (sebentar-sebentar) karena terburu-buru. Melihat hal itu, kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabatnya, ”Apakah kalian menyaksikan orang ini? Barang siapa meninggal dalam keadaan [shalatnya] seperti ini, maka dia meninggal di luar agama Muhammad.” Nabi SAW kemudian meng-qiyas-kan (memperumpamakan) orang itu seperti burung gagak yang sedang mematuk darah dan seperti orang lapar yang hanya makan sebutir atau dua butir kurma. ”Bagaimana dia bisa kenyang?” tanya beliau. Sikap terburu-buru dalam shalat, hingga merusak gerakan dan makna shalat, menurut Muhammad Shalih Al-Munajim termasuk perbuatan dosa. Hal itu sama saja dengan memusnahkan thuma’ninah ‘tenang/diam sejenak’ yang merupakan salah satu rukun shalat.

Padahal, tidak ada shalat tanpa melengkapi rukun-rukunnya. Jadi, dengan tidak dipenuhinya thuma’ninah, shalat bukan sekadar tidak sah, melainkan shalat itu dianggap tidak ada. Allah bahkan mengancam orang-orang yang shalatnya seperti itu dengan kutukan bahwa mereka akan celaka. Pasalnya, dengan meninggalkan hal tersebut (thuma’ninah), mereka sudah lalai dalam shalat (QS Al-Ma’un: 4).

Mengapa Allah dan Nabi SAW sedemikian mencela dan mengancam perbuatan itu, sampai disamakan dengan mencuri? Sebab, shalat adalah hubungan batin antara hamba dan Allah yang sangat sakral. Hubungan khusus itu mengandung makna penghambaan dan penghormatan kepada Sang Pemilik Kehidupan, Allah yang mahaagung.

Semoga kita dapat menjaga Ibadah Sholat kita dengan thuma’ninah serta Khusyu’ sehingga diterima dan Diridhoi Allah SWT.

Nashrun minallah wafathun Qoriib
Wabasyiril Mu’minin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.