Home Kultum Azab bagi orang yang membiarkan Kemungkaran

Azab bagi orang yang membiarkan Kemungkaran

1084
0

Kultum Dzuhur Disampaikan oleh Ustadz Ahmad Thobari,MA

Tema : Azab bagi orang yang membiarkan Kemungkaran

Antonio Gramsci, pemikir Neo-Marxis asal Italia, memaparkan konsepnya tentang kaum intelektual dan peranannya dalam masyarakat. Menurut Gramsci, kaum intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu intelektual tradisional dan intelektual organik Pembagian dua kategori itu tidak terlepas dari relasi kuasa antara negara dan masyarakat, terutama relasi antara penguasa dan masyarakat yang dikuasai.

Intelektual tradisional adalah intelektual yang masih dalam arti sempit dan cenderung dikendalikan oleh proses produksi. Intelektual jenis ini cenderung menjadi legitimasi sekaligus justifikasi atas pihak yang berkuasa atau pihak yang membayarnya untuk bekerja.

Sebagai contoh, seorang intelektual pengacara yang bekerja untuk membela dan membenarkan kliennya sebab dibayar. Maka secara singkat intelektual tradisional cenderung berada dalam pusaran ekonomi dan kapital serta penguasa. Keberadaannya cenderung hanya sebagai alat pembenaran bagi pihak yang sedang berkuasa.

Sementara itu, intelektual yang kedua adalah intelektual organik. Gramsci menggambarkannya sebagai intelektual yang memiliki daya untuk mengorganisir politik dan kekuatan konter-hegemoni. Di sinilah kemudian intelektual disebut-sebut sebagai agent of change agen perubahan intelektual tidak harus bergelar kesarjanaan dalam pendidikan tertinggi tetapi bermanfaat dalam Sosial, Ekonomi dan Politik. Intelektual organik tidak hanya berada dalam pusaran teori belaka, tetapi justru mampu merelevansikan teorinya dalam keadaan praksis.

Maka jika boleh dikaitkan dalam Islam tidak harus kita mencapai derajat kesarjanaan tertinggi tetapi perintah Islam adalah fahami dan jadilah kita bermanfaat ditengah masyarakat dengan pendekatan baik melalui Sosial, ekonomi, politik maupun yang lainnya.

Sebagaimana hadist Rosulallah SAW : bahwa  umat Bani Israil selau diutus nabi baru untuk terciptanya tatan masyarakat yang baik dan bermanfaat.
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «كانت بنو إسرائيل تَسُوسُهُمُ، الأنبياء، كلما هلك نبي خَلَفَهُ نبي، وإنه لا نبي بعدي، وسيكون بعدي خلفاء فيكثرون»، قالوا: يا رسول الله، فما تأمرنا؟ قال: «أوفوا ببيعة الأول فالأول، ثم أعطوهم حقهم، واسألوا الله الذي لكم، فإنَّ الله سائلهم عما اسْتَرْعَاهُم». 
[صحيح.] – [متفق عليه.]

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- “Dahulu Bani Isra’il dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia akan digantikan oleh nabi (lain). Namun sungguh tidak ada nabi lagi sesudahku, dan sepeninggalku akan ada para khalifah lalu jumlah mereka akan banyak.” (Para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu apa yang engkau perintahkan untuk kami?” Beliau menjawab, “Tunaikanlah baiat kepada (khalifah) yang pertama kemudian kepada yang berikutnya, lalu penuhilah hak mereka, dan mintalah kepada Allah apa yang menjadi hak kalian, karena sesungguhnya Allah akan menanyai mereka tentang apa yang mereka pimpin.” 
Hadis sahih – Muttafaq ‘alaih

Allah SWT menurunkan syariat kepada manusia dan jin demi kemashlatan hidup mereka, perintah atau larangan Allah SWT bertujuan untuk menuntun manusia dan jin menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah tidak memerintahkan sesuatu kecuali dibaliknya ada kebaikan, dan Allah tidak mengharamkan sesuatu kecuali dibaliknya ada keburukan. Untuk menjaga agar syariat Allah SWT senantiasa terlaksana, maka Allah SWT mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Kewajiban ini sudah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu, sebagian mereka melaksanakannya dan sebagian yang lain melalaikannya. Allah SWT mencela sebagian Bani Israil yang melalaikan perkara amar ma’ruf nahi mungkar.

Allah SWT berfirman:

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن بَنِي إِسرَٰءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبنِ مَريَمَ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعتَدُونَ. كَانُواْ لَا يَتَنَاهَونَ عَن مُّنكَر فَعَلُوهُ لَبِئسَ مَا كَانُواْ يَفعَلُونَ

“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS. Al-Maidah: 78-79).

Kedua ayat ini menjelaskan bahwa dahulu Bani Israil telah berbuat durhakan dan melampui batas dengan melanggar syariat Allah SWT, lebih dari itu pendeta-pendeta mereka diam seribu bahasa atas maksiat yang sedang marak ditengah-tengah mereka, mereka acuh tak acuh terhadap kemungkaran yang beredar di kalangan masyarakat, oleh karena itu Allah SWT melaknat mereka.

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata tentang ayat ini, “mereka (Bani Israil) dilaknat oleh Allah SWT melalui lisan setiap nabi, di zaman Nabi Musa as mereka dilaknat didalam Kitab Taurat, dizaman Nabi Daud as mereka dilaknat didalam Kitab Zabur, di zaman Nabi Isa as mereka dilaknat didalam Kitab Injil, dan dizaman Nabi Muhammad as mereka dilaknat di dalam Kitab Al-Qur’an. (Tafsir At-Thobari 10/490).

Syekh Asy-syinqithy rahimahullah berkata, “orang yang sudah berusaha mencegah suatu kemungkaran sesuai dengan kemampuannya maka dia sudah selamat dari dosa maksiat tersebut, sedang orang yang ridha dengan adanya suatu maksiat maka ia telah berbuat maksiat sama seperti pelakunya.” (Adhwaul bayan 1/467).

Melalui ayat ini kita dapat memetik beberapa pelajaran, diantaranya:

1. Ayat ini menceritakan ahlul kitab terdahulu yang dilaknat oleh Allah SWT karena mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, ayat ini juga mengandung pesan tersirat bahwa perbuatan meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar dapat mendatangkan laknat Allah SWT, sekaligus mengandung peringatan bagi kita untuk tidak berbuat seperti mereka.


2. Mencegah kemungkaran hukumnya adalah wajib sesuai kemampuan setiap orang, jika ia memiliki wewenang dan bisa mencegahnya dengan tindakan ia harus melakukannya, jika tidak maka wajib mengingkari dengan memberi nasehat atau membenci perbuatan mungkar tersebut dengan hati.


3. Boleh melaknat orang kafir Harbi secara umum baik yahudi, nasrani, atau yang lainnya tanpa menentukan orang kafir tertentu, karena dalam ayat ini Allah berfirman: (لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ) “Telah dilaknati orang-orang kafir.”


4. Jika maksiat sudah tersebar dimana-mana secara terang-terangan dan semuanya diam seribu bahasa tanpa ada yang berusaha mencegahnya, maka dikharwatirkan akan turun murka dan adzab dari Allah SWT sebagaimana yang terjadi kepada Bani Israil dahulu.


5. Orang yang ridha terhadap suatu kemaksiatan, dosanya sama seperti pelakunya.

Semoga kita selalu dikuatkan keimanan dan ketaqwaan oleh Allah SWT dalam mencegah kemungkaran
Nashrun minallah wafathun Qoriib
Wabasyiril Mu’minin
Wassalamu’alaikum Wr Wb

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.