Home Kultum Nasihat Kematian adalah NASIHAT TERAKHIR ! Jika Nasihat lain tidak diperhatikan lagi...

Nasihat Kematian adalah NASIHAT TERAKHIR ! Jika Nasihat lain tidak diperhatikan lagi !!!

605
0

Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz Lukmanul Hakim,M.Pd.I

Tema: Nasihat Kematian adalah NASIHAT TERAKHIR ! Jika Nasihat lain tidak mempan lagi !!!

Surat Yasin Ayat 12

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

12. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati


Allah SWT berfirman” Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.(Al Baqarah ayat 28)

Surat Al Baqarah dan surat Yasin di atas menjadi dasar bahwa manusia awalnya dari tidak ada (sifat tanah yang benda mati)

kemudian diciptakan oleh Allah SWT menjadi fisik yang begitu sempurna dan dikaruniai nyawa dan jiwa,

kemudian akan dimatikan menjadi tanah lagi (dengan jiwanya digenggam Allah),

kemudian akan dibangkitkan di akhirat lagi dengan ruh dan jasadnya.

Ilmu pengetahuan dengan segala perkembangannya tentu tidak akan mampu menjawab dua kematian dan dua kehidupan ini, kecuali menjawab proses kejadian manusia setelah berada pada kandungan. Ilmu pengetahuanpun tak akan mampu menjawab soal ruh, nyawa yang menghidupkan manusia dan seluruh makhluk di dunia. Ilmu pengetahuan pun tak akan mampu menjawab setelah kematian dan setelah dibangkitkan. Kecuali iman yang Allah SWT telah terangkan sebagai pengetahuan tertinggi manusia.


Andaikan juga nasihat kematian juga tidak di perhatikan, bantu saudara kita dengan menalqinkannya dengan Kalimat La Ilaha Ilallah,La Ilaha I,La Ilaha Ilallah,


Utsman bin Affan ra, salah seorang sahabat terkemuka Nabi Saw berkata, “Ketika ajal tiba kepada seseorang di antara kalian, ajarilah (Talqinkan) ia, La Ilaha Ilallah, karena orang yang meninggal dalam keadaan mengucapkan kalimat ini ia masuk surga”.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

“Talqinkanlah (tuntunkanlah) orang yang akan meninggal di antara kalian dengan bacaan: ‘laa ilaha illallah’.” (HR. Muslim no. 2162)

وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ

Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan

Hidup di Dunia tiada ada yang bisa terlewatkan semuanya tercatat, Tersimpan dan Terekam oleh Allah SWT melalui Malaikat Rokib dan Atib

Surat Qaf Ayat 18
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ


Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir Rokib dan ‘Atid

وَآثَارَهُمْ
bekas-bekas yang mereka tinggalkan.

Atsar maksudnya bekas perbuatan, amal semasa hidup tercatat baik dan akan diperlihatkan di Akhirat kelak,

Perlu digaris bawahi Atsar adalah pentingnya kita mengumpulkan Amal Sholih baik itu amalan qaashir dan amalan muta’addi sebelum Wafat sebelum meninggalkan Dunia ini.

Apa itu amalan qaashir dan amalan muta’addi?

Kaitannya dengan amalan yang ditinggalkan, kita perlu mengenal dua amalan yaitu amalan qaashir dan amalan muta’addi.

Amalan muta’addi adalah amalan yang manfaatnya untuk orang lain, baik manfaat ukhrawi (seperti mengajarkan ilmu dan dakwah ilallah), bisa juga manfaat duniawi (seperti menunaikan hajat orang lain, menolong orang yang dizalimi).

Amalan qaashir adalah amalan yang manfaatnya hanya untuk pelakunya saja, seperti puasa dan iktikaf.

Manakah yang lebih afdal, apakah amalan qaashir ataukah amalan muta’addi?

Para fuqoha syariat menyatakan bahwa amalan muta’addi yang manfaatnya untuk orang lain lebih utama dari amalan qaashir yang manfaatnya untuk diri sendiri.

1. Hadist pertama tentang Amal Sosial atau muta’addi

Di antaranya yang dijadikan dalil adalah hadits dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

“Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya.” (HR. Abu Daud, no. 3641)

Juga hadits,

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari, no. 2942)

Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2674)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah berkata, “Pelaku ibadah qaashirah hanya mendapatkan manfaat untuk dirinya sendiri; jika ia meninggal dunia, amalannya akan terputus. Adapun pelaku ibadah muta’addi, maka walaupun meninggal dunia, amalannya tidaklah terputus.” (Utruk Atsaran Qabla Ar-Rahiil, hlm. 8)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menerangkan bahwa keutamaan di sini dari sisi jenis, bukan berarti semua amalan muta’addi lebih afdal dari amalan qaashir. Shalat, puasa, dan haji termasuk dalam ibadah qaashirah—dalam hukum asalnya–, namun ibadah ini termasuk dalam rukun Islam dan merupakan amalan Islam paling penting. Lihat Utruk Atsaran Qabla Ar-Rahiil, hlm. 8.

Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, para ulama berkata,

إِنَّ أَفْضَلَ العِبَادَةِ العَمَلُ عَلَى مَرْضَاةِ الرَّبِّ فِي كُلِّ وَقْتٍ بِمَا هُوَ مُقْتَضَى ذَلِكَ الوَقْتِ وَوَظِيْفَتِهِ

“Ibadah yang paling afdal adalah amalan yang dilakukan sesuai ridha Allah dalam setiap waktu dengan memandang pada waktu dan tugas masing-masing.” (Madarij As-Salikin, Ibnul Qayyim, 1:89, Asy-Syamilah – Penerbit Dar Al-Kutub Al-‘Arabi)

Ibnul Qayyim melanjutkan, “Ibadah yang paling baik pada waktu jihad adalah berjihad, walaupun nantinya sampai meninggalkan wirid rutin seperti shalat malam, puasa di siang hari, meninggalkan shalat sempurna untuk shalat wajib (shalatnya diqashar) tidak seperti dalam keadaan aman.

Apabila tamu hadir di rumah, paling afdal adalah sibuk melayani tamu daripada rutinitas yang sunnah, begitu pula dalam menunaikan hak istri dan keluarga.

Apabila datang waktu sahur, paling afdal adalah sibuk dengan shalat, membaca Al-Qur’an, berdoa, berdzikir, dan beristighfar.

Apabila datang seseorang meminta dibimbing atau saat itu adalah waktu mengajarkan ilmu pada orang yang tidak paham, paling afdal adalah membimbing dan mengajarkan ilmu.

Apabila azan berkumandang, paling afdal adalah sibuk menjawab azan daripada melakukan rutinitas ibadah lainnya.

Apabila waktu shalat lima waktu tiba, maka lebih afdal adalah serius dan melakukannya dalam bentuk yang sempurna, bersegera melakukannya pada awal waktu, lalu keluar ke Masjid Jami’ walaupun itu jauh.”


Amal sosial / muta’addi lainnya adalah Ilmu yang bermanfaat Amalan Hasil Kerja Keras dari Mayit Semasa Hidup

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631).


وقال صلى الله عليه وسلم فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ

Nabi saw. bersabda, “Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.” (HR. At-Tirmidzi


Seorang ‘Abid amalan hanya untuk dirinya sendiri sedangkan orang Alim amalnya amal sosial, Maslahat untuk banyak orang.

Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2674)



2. Hadist kedua tentang Amal Sosial
Hadits shahih tentang sebaik-baik manusia ini diriwayatkan dari Jabir.


عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس

Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Dalam riwayat lain disebutkan:

عن ابن عمر ، أن رجلا جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال : يا رسول الله أي الناس أحب إلى الله ؟ وأي الأعمال أحب إلى الله عز وجل ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس ، وأحب الأعمال إلى الله سرور تدخله على مسلم ، أو تكشف عنه كربة ، أو تقضي عنه دينا ، أو تطرد عنه جوعا ، ولأن أمشي مع أخ لي في حاجة أحب إلي من أن أعتكف في هذا المسجد ، يعني مسجد المدينة ، شهرا ، ومن كف غضبه ستر الله عورته ، ومن كظم غيظه ، ولو شاء أن يمضيه أمضاه ، ملأ الله عز وجل قلبه أمنا يوم القيامة ، ومن مشى مع أخيه في حاجة حتى أثبتها له أثبت الله عز وجل قدمه على الصراط يوم تزل فيه الأقدام »

Dari Ibnu Umar, bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi saw dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah dan amal apakah yang paling dicintai Allah Swt?”

Rasulullah Saw menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan.”

Rasulullah Saw meneruskan sabdanya: “Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani).

Dari kedua hadits tersebut, kita bisa menarik kesimpulan, sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain, ramah, dan suka menolong sesama atau memberikan kebahagiaan bagi manusia lainnya. Orang demikian juga paling dicintai Allah SWT.

Mu’min yang satu dengan yang lain tidak menjadi saingan tapi berkolaborasi untuk meraih keberkahan Hidup dari Allah SWT

ABU Hanifah yang dikenal sebagai Imam Hanafi adalah seorang pedagang pakaian dengan penjualan yang pesat dan menjadi Agen,

Berbeda dengan orang yang berdagang di sebelah toko Abu Hanifah, toko tersebut sepi,

Dan abu Hanifah sengaja menutup tokonya selama 1 pekan untuk memberikan kesempatan laku Dagangan toko tetangganya.

Tidak menjadi saingan, tetapi Prinsip Ekonomi yang kolaborasi bukan menjadi musuh.

وخير الناس أنفعهم للناس

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)


3. Hadist ketiga tentang Amalan Sosial

Catatan pahala bagi mereka yang menanam pohon sebanyak buah hasil tanamnya

Hadits Muslim Nomor 2901

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ مُبَشِّرٍ الْأَنْصَارِيَّةِ فِي نَخْلٍ لَهَا فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ فَقَالَ لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةٌ

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id] telah mengabarkan kepada kami [Laits]. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rumh] telah mengabarkan kepada kami [Laits] dari [Ibnu Zubair] dari [Jabir] bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Mubasyir Al Anshariyah di kebun kurma miliknya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Siapakah yang menanam pohon kurma ini? Apakah ia seorang muslim atau kafir? Dia menjawab, “Seorang Muslim.” Beliau bersabda: “Tidaklah seorang Muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman lalu tanaman tersebut dimakan oleh oleh manusia, binatang melata atau sesuatu yang lain kecuali hal itu berniali sedekah untuknya.”

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ قَدْرَ مَا يَخْرُجُ مِنْ ثَمَرِ ذَلِكَ الْغَرْسِ رواه أحمد

Artinya, “Dari sahabat Abu Ayub Al-Anshari ra, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Tiada seorang yang menanam pohon, melainkan Allah akan mencatat pahala baginya sekadar buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut,’” (HR Ahmad). 11. Aliran pahala bagi mereka menanam pohon kurma atau pohon bermanfaat lainnya.

حديث أَنَس قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعٌ يَجْرِى لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْماً، أَوْ كَرَى نَهْراً، أَوْ حَفَرَ بِئْراً، أَوْ غَرَسَ نَخْلاً، أَوْ بَنَى مَسْجِداً، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفاً، أَوْ تَرَكَ وَلَداً يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ رواه البزار وأبو نعيم والبيهقي

Artinya, “Hadits sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘ Ada tujuh yang pahalanya mengalir terus kepada seseorang di alam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu, (2) orang yang mengalirkan (mengeruk atau meluaskan) sungai, (3) orang yang menggali sumur, (4) orang yang menanam pohon kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang mewariskan mushaf, (7) orang yang meninggalkan anak keturunan yang memintakan ampunan baginya sepeninggal kematiannya,’” (HR Al-Bazzar, Abu Nu’aim, dan Al-Baihaqi)

Semoga dalam segala Aktivitas kita selalu dalam Istiqomah dalam beramal Sholih untuk selalu beramal Baik sehingga Terus mengalir
Nashrun minallah wafathun Qoriib
Wabasyiril Mu’minin
Wassalamu’alaikum Wr Wb

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.